Minggu, 20 Desember 2015

PERJALANAN HIDUP YESUS KRISTUS


PERJALANAN HIDUP YESUS KRISTUS
Malaikat Gabriel diutus kepada seorang gadis yang baik bernama Maria. Gabriel berkata kepada Maria bahwa ia akan mendapat seorang anak yang akan memerintah sebagai raja selama-lamanya. Saat sedang mengandung Maria dan Yusuf pergi ke Betlehem. Tapi ketika ia dan Maria tiba di sana, tidak ada lagi tempat penginapan bagi mereka. Jadi mereka terpaksa mengungsi ke sebuah kandang.Dan pada hari itu Maria melahirkan Yesus dan tiba-tiba cahaya yang sangat terang bersinar sekeliling mereka. Itu tidak lain dari seorang malaikat, gembala-gembala itu sangat ketakutan. Tapi malaikat itu berkata: ‘Jangan takut! Ada kabar baik untuk kalian.Hari ini, di Betlehem, Kristus Tuhan itu telah lahir.Ia akan menyelamatkan orang-orang! Kalian akan menemuinya dibungkus dengan lampin dan berbaring dalam palungan.’Tiba-tiba banyak malaikat datang dan mulai memuji-muji Allah.Maka segera gembala-gembala ini pergi untuk melihat Yesus, dan sekarang mereka telah menemukannya. Setelah Yesus berumur kira-kira 30 tahun Yesus dibaptis oleh Yohanes, Yohanes membaptis Yesus karena Yesus datang dan meminta Yohanes membaptis dia. Sebelum Yesus menemui Yohanes di sini, tadinya ia bekerja sebagai tukang kayu. Tukang kayu membuat barang-barang dari kayu, seperti meja dan kursi dan juga bangku. Yusuf suami Maria juga tukang kayu, dan ia mengajar Yesus menjadi tukang kayu, Tetapi Yehuwa mengutus Putranya ke bumi bukan untuk menjadi tukang kayu. Ada pekerjaan istimewa yang harus ia lakukan, dan waktunya telah tiba bagi Yesus untuk mulai melakukannya. Jadi untuk memperlihatkan bahwa ia telah datang untuk melakukan kehendak Bapanya, Yesus meminta Yohanes membaptis dia. Ya, Allah senang, sebab setelah Yesus keluar dari air, suara dari surga mengatakan: ‘Inilah Putraku, yang Aku perkenan.’ Juga, seakan-akan surga terbuka dan burung merpati ini turun atas Yesus.Tetapi itu bukan burung merpati yang sungguh-sungguh.Hanya kelihatan saja seperti burung merpati.Sesungguhnya itu adalah roh suci Allah.

Sekarang banyak yang harus dipikirkan oleh Yesus, maka ia pergi ke tempat yang sunyi selama 40 hari. Di sana Setan datang kepadanya. Tiga kali Setan mencoba mempengaruhi Yesus untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah.Tetapi Yesus tidak mau melakukannya.Setelah itu Yesus kembali dan bertemu dengan beberapa orang lelaki yang menjadi pengikutnya atau murid-muridnya yang pertama.Beberapa dari mereka bernama Andreas, Petrus (juga dipanggil Simon), Filipus dan Natanael (juga disebut Bartolomeus).Yesus bersama murid-murid yang baru ini berangkat menuju distrik Galilea. Di Galilea mereka berhenti di kota kediaman Natanael yaitu Kana. Dalam perjalanan hidupnya Yesus pernah melakukan berbagai keajaiban salah satunya menghidupkan seorang anak gadis dari kematiannya.Ayah anak gadis ini seorang yang terkemuka bernama Yairus. Suatu hari putrinya jatuh sakit, dan harus berbaring di tempat tidur.Tetapi anak itu tidak bertambah baik.Ia malah makin sakit dan parah. Yairus dan istrinya sangat cemas, sebab kelihatannya anak mereka akan mati. Ia satu-satunya anak perempuan mereka. Maka Yairus pergi mencari Yesus.Ia telah mendengar mujizat-mujizat yang Yesus lakukan.Ketika Yairus menemukan Yesus, ada banyak sekali orang sekeliling Yesus. Tetapi Yairus berusaha menerobos orang banyak itu dan ia jatuh tersungkur di depan kaki Yesus. ’Anakku perempuan sakit parah,’ ia berkata. ’Tolonglah datang dan menyembuhkan dia,’ ia memohon. Yesus berkata bahwa ia akan datang. Tetapi pada waktu itu datang orang membawa pesan.‘Jangan lagi menyusahkan Yesus,’ katanya kepada Yairus.‘Anak perempuanmu itu sudah mati.’ Yesus kebetulan mendengarnya dan berkata kepada Yairus: ‘Jangan takut, ia akan baik nanti.’Ketika akhirnya mereka sampai di rumah Yairus, orang-orang di sana sudah menangis karena sangat sedih. Tapi Yesus berkata: ‘Janganlah menangis. Anak itu tidak mati.Ia hanya tidur.’Tapi mereka tertawa dan mengejek Yesus, sebab mereka tahu anak gadis itu sudah mati.Kemudian Yesus membawa ayah dan ibu gadis serta ketiga rasulnya ke dalam kamar tempat anak itu terbaring. Yesus memegang tangannya dan berkata: ‘Bangunlah!’ Dan anak itu menjadi hidup, sebagaimana kaulihat di sini. Dan ia bangun dan mulai berjalan-jalan! Itulah sebabnya ibu dan ayahnya begitu bahagia, sangat bahagia.Ini bukan orang yang pertama yang Yesus bangkitkan dari antara orang mati. Yang pertama disebutkan dalam Alkitab adalah putra seorang janda yang tinggal di kota Nain. Kemudian, Yesus juga membangkitkan Lazarus, saudara Maria dan Marta, dari antara orang mati.Tidak hanya menghidupkan orang dari kematian Yesus juga pernah menyembuhkan orang yang buta.

Yesus pernah di khianati oleh pengikutnya yang bernama Yudas. Saat Yesus bersama rasul-rasulnya pergi ke taman Getsemani. Pada saat itu juga suara gaduh orang banyak kedengaran. Lihat! orang-orang itu datang dengan pedang dan pentung! Dan mereka membawa obor supaya terang.Ketika mereka makin dekat, seseorang maju dari kelompok orang banyak itu dan datang langsung kepada Yesus.Ia mencium Yesus, seperti yang dapat kaulihat. Orang itu adalah Yudas Iskariot! Mengapa ia mencium Yesus?

Yesus bertanya: ‘Yudas, dengan ciumankah engkau mengkhianati aku?’ Ya, ciuman itu merupakan tanda.Itu memberitahu orang-orang yang datang bersama Yudas bahwa inilah Yesus, orang yang mereka cari.Maka musuh-musuh Yesus melangkah maju untuk menangkap dia. Tetapi Petrus tidak mau membiarkan mereka membawa Yesus tanpa perlawanan.Ia menghunus pedang yang ia bawa dan ia menyerang orang yang ada di dekatnya. Pedang itu tidak mengenai kepala orang itu dan hanya menetak telinga kanannya. Tapi Yesus mengambil telinga orang itu dan memulihkannya.Yesus berkata kepada Petrus: ‘Sarungkanlah pedangmu. Apakah kau pikir aku tidak dapat meminta ribuan malaikat kepada Bapaku untuk menyelamatkan aku?’ Ya, Yesus dapat memintanya! Tetapi Yesus tidak meminta kepada Allah untuk mengirim satu malaikat pun, sebab ia tahu bahwa saatnya sudah tiba bagi musuh-musuhnya untuk membawa dia. Maka ia membiarkan mereka menggiring dia.

Ketika Yesus dibawa oleh musuhnya rasul-rasulnya melarikan diri.Mereka membiarkan Yesus sendirian bersama musuh-musuhnya, sebab mereka ketakutan.Tetapi rasul Petrus dan Yohanes tidak pergi terlalu jauh. Mereka berjalan mengikuti untuk melihat apa yang akan terjadi atas Yesus.Imam-imam membawa Yesus kepada Hanas yang sudah tua, yang sampai tahun itu menjadi imam besar. Orang banyak itu tidak lama di sana. Selanjutnya mereka membawa Yesus ke rumah Kayafas, yang sekarang menjadi imam besar.Banyak pemimpin agama yang telah berkumpul di rumahnya.

Di rumah Kayafas ini mereka mengadakan pemeriksaan.Orang-orang lain dibawa masuk untuk mengatakan dusta tentang Yesus. Pemimpin-pemimpin agama dengan sepakat mengatakan: ‘Yesus harus dibunuh’ Kemudian mereka meludahi mukanya, dan meninjunya.

Sementara semuanya ini berlangsung, Petrus ada di luar di halaman rumah. Malam itu dingin, dan karena itu orang-orang di situ membuat api unggun. Pada waktu mereka menghangatkan badan di sekeliling api itu, seorang pelayan perempuan memandang Petrus, dan berkata: ‘Orang ini tadinya juga bersama Yesus.’‘Tidak, saya tidak bersama dia!’ jawab Petrus.Tiga kali orang-orang berkata kepada Petrus bahwa ia bersama Yesus. Tetapi setiap kali Petrus mengatakan bahwa itu tidak benar. Ketiga kalinya Petrus mengatakannya, Yesus berpaling dan memandang dia. Petrus merasa sangat menyesal karena telah mengatakan dusta, dan ia pergi menangis.

Matahari mulai terbit pada hari Jumat pagi, dan imam-imam membawa Yesus ke tempat pertemuan besar, balai Sanhedrin. Di sini mereka membahas apa yang akan mereka lakukan atas dia. Mereka membawanya kepada Pontius Pilatus, penguasa distrik Yudea.‘Dia orang jahat,’ imam-imam berkata kepada Pilatus.‘Ia harus dibunuh.’ Setelah mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Yesus, Pilatus berkata: ‘Saya tidak menemukan sesuatu kesalahan padanya.’ Kemudian Pilatus mengirim Yesus kepada Herodes Antipas. Herodes adalah penguasa di Galilea, tapi ia tinggal di Yerusalem. Herodes pun tidak dapat menemukan sesuatu perbuatan salah pada diri Yesus, maka ia mengirim dia kembali kepada Pilatus.

Pilatus ingin melepaskan Yesus. Tetapi musuh-musuh Yesus ingin supaya seorang tahanan lain dilepaskan dari penjara. Orang ini bernama Barabas seorang perampok.Kini sudah kira-kira tengah hari ketika Pilatus membawa Yesus ke luar.Ia berkata kepada orang banyak itu: ‘Lihat! Rajamu!’ Tapi imam-imam kepala berteriak: ‘Singkirkan dia! Bunuh dia!’Maka Pilatus melepaskan Barabas, dan mereka membawa Yesus untuk dibunuh.Hari Jumat siang Yesus dipakukan pada tiang.Kau tak dapat melihat pada gambar, tetapi di sebelah kiri dan kanan Yesus dua orang penjahat juga dibunuh pada tiang. Tidak lama sebelum Yesus mati, salah seorang dari penjahat itu berkata kepadanya: ‘Ingatlah aku apabila engkau tiba dalam kerajaanmu.’ Dan Yesus menjawab: ‘Aku berjanji bahwa engkau akan bersama-sama dengan aku dalam Firdaus.’ Setelah kematian Yesus selama tiga hari datanglah ke ajaiban dimana Yesus kembali hidup setelah tiga hari kematiannya.

MASKOT KABUPATEN BADUNG 'TARI SEKAR JEPUN'

Mangupura, Sekar Jepun merupakan salah satu jenis bunga yang juga digunakan sebagai sarana persembahyangan bagi Umat Hindu, selain memiliki aroma yang harum sekar jepun juga memiliki warna yang beragam, mulai dari putih, merah, ungu dan kuning.

Sehingga tak jarang para wisatawan menyelipkan bunga ini di telinga mereka, pertumbuhan bunga ini tidak mengenal musim, dan akan terus mekar sepanjang waktu. pohon bunga jepun ini akan dapat kita lihat di berbagai tempat salah satunya di telajakan jalan, di Kabupaten Badung sendiri pohon bunga jepun ini sangat mudah kita temui di sepanjang jalan, saat pohon ini berbunga akan tampak keindahan dan keasrian daerah ini, sehingga tak salah bahwa Sekar Jepun ini dijadikan maskot Kabupaten Badung. berikut ini saya tampilkan beberapa gambar bunga jepun.
Dan baru baru ini juga diciptakan tarian baru untuk melengkapi keberadaan sekar jepun ini sebagai maskot kabupaten Badung yaitu Tari Sekar Jepun.
Tari Sekar Jepun merupakan ikon tari dari Kabupaten Badung disamping bunga jepun sebagai ikon Kabupaten Badung. Tari sekar jepun di ciptakan oleh Ida Ayu Wimba Ruspawati, SST., M.Sn sedangkan Gamelannya diciptakan oleh I Wayan Widia, S.SKar. tari sekar jepun ini menceritakan tentang keindahan bunga jepun dengan berbagai corak warna dan bentuk.
Teks tari sekar jepun, ini biasanya dibawakan oleh pengisi suara yang disebut dengan 'gerong'
Kesucian dening masa
Sekar Jepun pinaka sarana
Tat kala manggehang
Ning kayun sujati
Unteng ne pinaka
Paleburan Panca Maha Bhuta
Kuning petak................kesucianne
Ring Sang Hyang Widhi Wasa
Mogi asung kerta
Dulurin sembah bakti
Reff :
Ampurayang solah ingsung
Jagadhita kalanggengin

SUMBER: http://bali.tribunnews.com/tag/tari-sekar-jepun

Jumat, 18 Desember 2015

DEWA-DEWA DALAM AGAMA BUDDHA



Dewa-dewa dalam agama Buddha
Dalam pandangan Agama Buddha, alam surga di mana para Dewata dan makhluk surgawi tinggal,sekalipun dalam kurun waktu yang berbatas namun tetaplah bukan keberadaan yang kekal serta bukanlah menjadi tujuan Akhir dari Ajaran Buddha.
Alam Surga terbagi menjadi enam alam, yaitu:
1. Câtumahârâjikâ,
2. Tâvatimsa,
3. Yâmâ,
4. Tusita,
5. Nimmânaratî,
6. Para-nimmitavasavattî.

Alam-alam, yaitu alam Catummaharajika, Tavatimsa, Yama, Tusita, Nimmanarati dan Paranimmitavasavatti merupakan alam surga dari para dewa yang tubuh fisik mereka adalah lebih halus dan lebih bersih daripada tubuh manusia. Tubuh para dewa tak dapat dilihat oleh mata fisik manusia biasa. Makhluk di alam-alam surga ini pada suatu saat akan meninggal atau lenyap dari alamnya masing-masing dan terlahir kembali di alam lain sesuai dengan karma yang masih mereka miliki. Walaupun kehidupan para dewa di alam surga lebih menyenangkan atau melebihi kehidupan manusia, namun kesucian dan kebijaksanaan belum tentu melampaui kesucian dan kebijaksanaan manusia.
Makhluk-makhluk yang terlahir di alam ini berdasarkan karma baik mereka seperti melaksanakan dana, sila dan perbuatan karma baik lain. Tapi bila karma baik mereka telah habis dan tak sempat mengembangkan batin dengan belajar dan melaksanakan dharma, maka para dewa akan menemui ajal dan terlahir kembali di alam dewa yang lebih rendah atau di alam manusia.

1.      Alam Câtumahârâjikâ
Alam ini merupakan alam kehidupan dari para Dewa pelindung di empat penjuru bersama para pengikut mereka. Dewa pohon, dewa bumi, dewa angkasa, dan lain-lain termasuk dalam alam dewa ini.
Merupakan suatu alam surgawi pertama yang berada dalam kekuasaan empat raja dewa, yakni: Dhataranggha, Virudhaka,Virûpakkha, dan Kuvera. Empat raja dewa ini juga dipercayai sebagai pelindung alam manusia, dan karenanya dikenal dengan sebutan ‘Catulokapâla’. Empat dewa pelindung dunia ini dipanggil sebagai Indra, Yama, Varuóa dan Kuvera. Berdasarkan tempat tinggalnya, para dewa-dewi tingkat Câtumahârâjikâ terbagi atas tiga, yaitu:
1. Para Dewa yang berada di daratan (bhumattha),
2. Para Dewa yang berada di pohon (rukkha). Dalam Ulasan  Dhammapada dan Buddhavamsa, para dewa-dewi yang hidup di pohon dimasukkan dalam kelompok bhummattha.
3. Para Dewa yang berada di angkasa (âkâsangha).
Empat Raja Dewa serta beberapa dewa lainnya mempunyai ‘istana’ (vimâna) khusus bagi diri mereka masing-masing. Bagi yang tak mempunyai istana secara khusus, gunung, sungai, lautan, pohon yang ditinggali itulah istana bagi mereka. Kehidupan di Câtumaharâjikâ berlangsung selama 500 tahun dewa atau kira-kira sembilan juta tahun manusia (Perbandingan usia di alam-alam surga tidaklah sama, tergantung tingkatannya. Satu hari di alam surga tertentu berbanding satu abad di alam manusia, dan ada pula yang lebih lama lagi).




2.       Alam Tâvatimsa
Alam Surga dari Tiga Puluh Tiga Dewa, alam dari Raja Dewa Sakka.  Dalam alam surga ini Sang Buddha mengajarkan Abhidhamma kepada para dewa selama tiga bulan. Alam Tâvatimsa adalah alam surgawi tingkat kedua. Alam ini sebelumnya merupakan tempat tinggal para Asura. Nama ‘Tâvatimsa’ baru dipakai setelah 33 pemuda di bawah pimpinan Mâgha, yang terlahirkan kembali di sini akibat kebajikan yang dilakukan bersama-sama, berhasil menyingkirkan para Asura.
Para dewa-dewi di Tâvatimsa terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Bhummaha : Dewa Sakka beserta 32 Dewa pembesar,
2) Âkâsangha: yang bertinggal dalam istana di angkasa.
Ibukota Tâvatimsa ialah Masakkasâra. Balai Sudhamma menjadi tempat bagi para dewa-dewi untuk mendiskusikan Kebenaran Dhamma di bawah asuhan Dewa Sakka (Beliau berhasil meraih kesucian tingkat Sotâpatti setelah mendengarkan Brahmajâla Sutta). Brahmâ Sanamkumâra kerap menjadi tamu pembabar Dhamma di sini.
Buddha Gottama sengaja berkunjung ke alam ini, dan bertinggal selama tiga bulan untuk mengajarkan Abhidhamma kepada ibunda-Nya, yang terlahirkan kembali sebagai putra dewa di alam Tusita. Mahamoggallâna Thera juga pernah beberapa kali pergi ke alam ini, dan dari sejumlah penghuninya, beliau memperoleh kesaksian atas perbuatan-perbuatan bajik yang membawa mereka terlahirkan kembali di sini. Kebajikan ini antara lain ialah merawat ayah-ibu, menghormat sesepuh dalam keluarga, berbicara lemah lembut, menghindari penghasutan, mengikis kekikiran, bersifat jujur, menahan marah. Usia rata-rata para dewa-dewi yang terlahirkan di alam Tâvatimsa ialah 1,000 tahun dewa atau kira-kira 36 juta tahun manusia.
3.       Alam Surga Yama (Yâmâbhûmi)

Yâmâbhûmi adalah alam surgawi tingkat ketiga, menjadi tempat bagi para Dewa yang terbebas dari segala kesukaran, yang terberkahi dengan kebahagiaan surgawi. Pemegang kekuasaan dalam alam ini ialah Suyâma. Alam ini berada di angkasa. Dalam alam ini dan tingkat yang lebih tinggi, tidak ada dewa-dewi yang tergolong sebagai bhummattha yang bertinggal di daratan. Istana, harta serta tubuh para Dewatai di alam ini jauh lebih indah dan halus daripada yang bertinggal di Tâvatimsa. Rentang hidup mereka ialah 2,000 tahun dewa atau kira-kira 142 juta tahun manusia.

4.      Alam Tusita
Tusita adalah alam surgawi tingkat keempat. Para makhluk surgawi/dewata yang hidup di alam ini senantiasa berbahagia atas segala kebajikan yang diperbuatnya. Semua Bodhisatta, sebelum turun ke dunia dan meraih Pencerahan Agung, terlahirkan di alam ini untuk menanti waktu yang tepat bagi kemunculan seorang Buddha. Demikian pula mereka yang akan menjadi orangtua serta Siswa Utama (Aggasâvaka). Sekarang ini, Bodhisatta Metteyya yang akan menjadi Sammâsambuddha setelah ajaran Buddha Gotama punah dari muka bumi ini sedang berada di alam ini. Usia rata-rata di alam ini ialah 4,000 tahun dewa atau kira-kira 567 juta tahun manusia.
5.       Alam Nimmânaratî
Nimmânaratî adalah alam surgawi tingkat kelima. Para dewa-dewi di alam ini menikmati kepuasan inderawi sebagaimana yang diciptakan sendiri sesuka hati mereka. Rentang hidup para dewa-dewi di alam ini ialah 8,000 tahun dewa atau kira-kira 2,304 juta tahun manusia.
6.       Alam Paranimmittavasavattî
Paranimmittavasavattî adalah alam surgawi tingkat terakhir. Apabila para dewata di alam Nimmânaratî menikmati kepuasan inderawi sebagaimana yang diciptakan sendiri sesuka hati mereka, para dewa-dewi di alam ini menikmatinya dari apa yang diciptakan atau disediakan oleh yang lain, yang tahu kebutuhan serta keinginan mereka. Usia rata-rata di alam ini ialah 16,000 tahun dewa atau kira-kira 9,216 juta tahun manusia.

SUMBER: https://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan_dalam_agama_Buddha

PERJALANAN HIDUP SIDDHARTA GAUTAMA (BUDDHA)



Perjalanan hidup Siddharta Gautama
Siddhartha Gautama adalah guru spiritual dari wilayah timur laut India yang juga merupakan pendiri Agama Buddha. Ia secara mendasar dianggap oleh pemeluk Agama Buddha sebagai Buddha Agung (Sammāsambuddha) pada masa sekarang. Waktu kelahiran dan kematiannya tidaklah pasti: sebagian besar sejarawan dari awal abad ke 20 memperkirakan kehidupannya antara tahun 563SM sampai 483 SM; baru-baru ini, pada suatu simposium para ahli akan masalah ini,sebagian besar dari ilmuwan yang menjelaskan pendapat memperkirakan tanggal berkisar antara 20 tahun antara tahun 400 SM untuk waktu meninggal dunianya, sedangkan yang lain menyokong perkiraan tanggal yang lebih awal atau waktu setelahnya.Siddhartha Gautama merupakan figur utama dalam agama Buddha, keterangan akan kehidupannya, khotbah-khotbah, dan peraturan keagamaan yang dipercayai oleh penganut agama Buddha dirangkum setelah kematiannya dan dihafalkan oleh para pengikutnya. Berbagai kumpulan perlengkapan pengajaran akan Siddhartha Gautama diberikan secara lisan, dan bentuk tulisan pertama kali dilakukan sekitar 400 tahun kemudian. Pelajar-pelajar dari negara Barat lebih condong untuk menerima biografi Sang Buddha yang dijelaskan dalam naskah Agama Buddha sebagai catatan sejarah.

Orang Tua
Ayah dari Pangeran Siddhartha Gautama adalah Sri Baginda Raja Suddhodana dari Suku Sakya dan ibunya adalah Ratu Mahā Māyā Dewi. Ibunda Pangeran Siddharta Gautama meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Sang Pangeran. Setelah meninggal, beliau terlahir di alam/surga Tusita, yaitu alam surga luhur. Sejak meninggalnya Ratu Mahā Māyā Dewi, Pangeran Siddharta dirawat oleh Ratu Mahā Pajāpati, bibinya yang juga menjadiisteri Raja Suddhodana.





Riwayat Hidup
Kelahiran
Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 563 SM di Taman Lumbini, saat Ratu Maha Maya berdiri memegang dahan pohon sal. Pada saat ia lahir, dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya hangat. Arus tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, dan tempat yang dipijakinya ditumbuhi bunga teratai.
Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala, diramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi seorang Chakrawartin (Maharaja Dunia) atau akan menjadi seorang Buddha. Hanya pertapa Kondañña yang dengan tegas meramalkan bahwa Sang Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa. Bila tidak, ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu adalah:
1.                  Orang tua,
2.                  Orang sakit,
3.                  Orang mati,
4.                  Seorang pertapa.

Masa Kecil
Sejak kecil sudah terlihat bahwa Sang Pangeran adalah seorang anak yang cerdas dan sangat pandai, selalu dilayani oleh pelayan-pelayan dan dayang-dayang yang masih muda dan cantik rupawan di istana yang megah dan indah. Pada saat berusia 7 tahun, Pangeran Siddharta mempunyai 3 kolam bunga teratai, yaitu:
·                     Kolam Bunga Teratai Berwarna Biru (Uppala)
·                     Kolam Bunga Teratai Berwarna Merah (Paduma)
·                     Kolam Bunga Teratai Berwarna Putih (Pundarika)


Dalam Usia 7 tahun Pangeran Siddharta telah mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Pangeran Siddharta menguasai semua pelajaran dengan baik. Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri Yasodhara yang dipersuntingnya setelah memenangkan berbagai sayembara. Dan saat berumur 16 tahun, Pangeran memiliki tiga Istana, yaitu:
·                     Istana Musim Dingin (Ramma)
·                     Istana Musim Panas (Suramma)
·                     Istana Musim Hujan (Subha)

Masa Dewasa
Kata-kata pertapa Asita membuat Raja Suddhodana tidak tenang siang dan malam, karena khawatir kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan menjadi pertapa, mengembara tanpa tempat tinggal. Untuk itu Baginda memilih banyak pelayan untuk merawat Pangeran Siddharta, agar putra tunggalnya menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian, sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.
Suatu hari Pangeran Siddharta meminta izin untuk berjalan di luar istana, dimana pada kesempatan yang berbeda dilihatnya "Empat Kondisi" yang sangat berarti, yaitu orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci. Pangeran Siddhartha bersedih dan menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa arti kehidupan ini, kalau semuanya akan menderita sakit, umur tua dan kematian. Lebih-lebih mereka yang minta pertolongan kepada orang yang tidak mengerti, yang sama-sama tidak tahu dan terikat dengan segala sesuatu yang sifatnya sementara ini!". Pangeran Siddharta berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan memberikan semua jawaban tersebut.
Selama 10 tahun lamanya Pangeran Siddharta hidup dalam kesenangan duniawi. Pergolakan batin Pangeran Siddharta berjalan terus sampai berusia 29 tahun, tepat pada saat putra tunggalnya Rahula lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta memutuskan untuk meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya, Canna. Tekadnya telah bulat untuk melakukan Pelepasan Agung dengan menjalani hidup sebagai pertapa.
Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan istana, keluarga, kemewahan, untuk pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari usia tua, sakit dan mati. Pertapa Siddharta berguru kepada Alāra Kālāma dan kemudian kepada Uddaka Ramāputra, tetapi tidak merasa puas karena tidak memperoleh yang diharapkannya. Kemudian beliau bertapa menyiksa diri dengan ditemani lima orang pertapa.

Masa Pengembaraan
Didalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari pertapaBhagava dan kemudian memperdalam cara bertapa dari dua pertapa lainnya, yaitu pertapaAlara Kalama dan pertapa Udraka Ramputra. Namun setelah mempelajari cara bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum ditemukan jawaban yang diinginkannya. Sehingga sadarlah pertapa Gautama bahwa dengan cara bertapa seperti itu tidak akan mencapaiPencerahan Sempurna. Kemudian pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke Magadha untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruwela, di tepi Sungai Nairanjana yang mengalir dekat Hutan Gaya. Walaupun telah melakukan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruwela, tetap pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakikat dan tujuan dari hasil pertapaan yang dilakukan tersebut.
Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasihati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:
Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu.
Nasehat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya memutuskan untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asetta) di Hutan Gaya, sambil ber-prasetya,
"Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan, tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku mencapai Pencerahan Sempurna."
Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Beliau putus asa menghadapi godaan Mara, setan penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan iman yang teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.
Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Sammasam-Buddha), tepat pada saat bulan Purnama Raya di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei tahun 588 SM). Pada saat mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Sang Siddharta memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna biru yang berarti bhakti; kuning mengandung arti kebijaksanaan dan pengetahuan; merah yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putihmengandung arti suci; jingga berarti giat; dan campuran kelima sinar tersebut.

Tujuh Minggu Setelah Pencerahan Sempurna
1.      Selama minggu pertama,
Sang Buddha duduk bermeditasi di bawah pohon Bodhi dan menikmati keadaan Nibbana, yaitu keadaan yang terbebas sama sekali dari gangguan-gangguan batiniah, sehingga batin-Nya tenang sekali dan penuh kedamaian.
2.      Selama minggu kedua,
Sang Buddha berdiri beberapa kaki dari pohon Bodhi dan memandanginya terus-menerus dengan mata tidak berkedip selama satu minggu sebagai ucapan terima kasih dan penghargaan kepada pohon yang telah memberi-Nya tempat untuk berteduh sewaktu berjuang untuk mencapai tingkat Buddha. Mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Sang Buddha dahulu, sekarang pun umat Buddha memberi penghormatan kepada pohon Bodhi.
3.      Selama minggu ketiga,
Sang Buddha berjalan mondar-mandir di atas jembatan emas yang diciptakan-Nya di udara karena melalui mata dewa-Nya, Sang Buddha mengetahui bahwa ada dewa-dewa di surga yang masih meragukan apakah Beliau benar telah mencapai Penerangan Agung.
4.      Selama minggu keempat,
Sang Buddha berdiam di kamar batu permata yang diciptakan-Nya. Di kamar permata itulah Sang Buddha bermeditasi mengenai Abhidhamma, yaitu ajaran mengenai ilmu jiwa dan metafisika. Batin dan badan jasmani-Nya telah menjadi demikian bersih, sehingga mengeluarkan sinar-sinar berwarna biru, kuning, merah, putih, jingga dan campuran kelima warna tersebut. Kini warna-warna tersebut diabadikan sebagai bendera umat Buddha.
5.      Selama minggu kelima,
Sang Buddha bermeditasi di bawah pohon Ajapala Nigrodha (pohon beringin), tidak jauh dari pohon Bodhi. Di sinilah tiga orang anak Mara yaitu Tanha, Arati, dan Raga masih berusaha untuk mengganggu-Nya. Mereka menampakkan diri sebagai tiga orang gadis yang elok dan menggiurkan yang dengan berbagai macam tarian yang erotis (penuh nafsu birahi), diiringi nyanyian yang merdu dan bisikan yang memabukkan, berusaha untuk merayu dan menarik perhatian Sang Buddha. Tetapi Sang Buddha menutup mata-Nya dan tidak mau melihat, sehingga akhirnya tiga orang dewi hawa nafsu meninggalkan Sang Buddha.
6.      Selama minggu keenam,
Sang Buddha bermeditasi di bawah pohon Mucalinda. Karena waktu itu turun hujan lebat, maka datanglah seekor ular kobra yang besar sekali dan melibatkan badannya tujuh kali memutari badan Sang Buddha dan kepalanya memayungi Sang Buddha supaya jangan sampai terkena air hujan. Waktu hujan berhenti, ular itu berubah bentuknya menjadi seorang anak muda. Pada waktu itulah Sang Buddha mengucapkan kata kata sebagai berikut:
“Berbahagialah mereka yang bisa merasa puas. Berbahagialah mereka yang dapat mendengar dan melihat kesunyataan. Berbahagialah mereka yang bersimpati kepada makhluk-makhluk lain di dunia ini. Berbahagialah yang hidup di dunia dengan tidak melekat kepada apa pun dan mengatasi hawa nafsu. Lenyapnya ‘Sang Aku’ merupakan berkah yang tertinggi.”
7.      Selama minggu ketujuh,
Sang Buddha bermeditasi di bawah pohon Rajayatana. Pada hari ke-50 pagi hari, setelah berpuasa selama tujuh minggu, dua orang pedagang lewat di dekat tempat Sang Buddha sedang duduk. Mereka, Tapussa dan Bhallika, menghampiri Sang Buddha dan mempersembahkan makanan dari beras dan madu. Sang Buddha agak tertegun sejenak karena mangkuk yang Beliau terima dari Sujata telah dihanyutkan di Sungai Neranjara dan sejak zaman dahulu tidak pernah seorang Buddha menerima makanan dengan kedua tangan-Nya. Tiba-tiba empat orang dewa dari empat penjuru alam (Catumaharaja yaitu Dhatarattha dari sebelah Timur, Virulhaka dari Selatan, Virupakkha dari Barat, dan Kuvera dari Utara) datang menolong dengan membawa seorang satu mangkuk yang dipersembahkan kepada Sang Buddha. Sang Buddha menerima empat mangkuk tersebut dan dengan kekuatan gaib-Nya dijadikan satu mangkuk.
Dengan demikian Sang Buddha dapat menerima persembahan dari Tapussa dan Bhallika. Setelah Sang Buddha selesai makan kedua pedagang itu memohon agar diterima sebagai pengikut. Mereka diterima sebagai upasaka-upasaka pertama yang berlindung kepada Sang Buddha dan Dhamma. Kemudian mereka mohon diberikan suatu benda yang dapat mereka bawa pulang, Sang Buddha mengusap kepala-Nya dengan tangan kanan dan memberikan beberapa helai rambut (Kesa Dhatu = Relik Rambut). Tapussa dan Bhallika dengan gembira menerima Kesa Dhatu tersebut dan setelah tiba di tempat mereka tinggal, mereka mendirikan sebuah pagoda untuk memuja Kesa Dhatu ini. Setelah makan, Tapussa dan Bhallika melanjutkan perjalanannya, Sang Buddha merenung apakah Dhamma yang Beliau temukan akan diajarkan kepada khalayak ramai atau tidak. Sebab Dhamma itu dalam sekali dan sulit untuk dimengerti
Sang Buddha segera berangkat menuju ke Taman Rusa Benares. Dalam perjalanan ke Sungai Gaya, Sang Buddha bertemu dengan seorang pertapa Ajivaka bernama Upaka. Terpesona melihat Sang Buddha yang wajah-Nya demikian cemerlang, Upaka bertanya siapakah guru Sang Buddha. Sang Buddha menjawab bahwa Beliau adalah orang Yang Maha Tahu dan tidak mempunyai guru siapa pun juga. Tetapi Upaka nampaknya sama sekali tidak terkesan. Ia menggelengkan kepala dan kemudian meneruskan perjalanannya, sedangkan Sang Buddha sendiri juga melanjutkan perjalanan-Nya ke Benares

Penyebaran Agama Buddha
            Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar kesempurnaan yang antara lain: Buddha Gautama, Buddha Shakyamuni, Tathagata('Ia Yang Telah Datang', Ia Yang Telah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'), Bhagava ('Yang Agung') dan sebagainya. Lima pertapa yang mendampingi Beliau di hutan Uruwela merupakan murid pertama Sang Buddha yang mendengarkan khotbah pertama Dhammacakka Pavattana, dimana Beliau menjelaskan mengenai Jalan Tengah yang ditemukan-Nya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal khotbahNya yang menjelaskan "Empat Kebenaran Mulia".
Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma selama empat puluh lima tahun lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga akhirnya mencapai usia 80 tahun, saat ia menyadari bahwa tiga bulan lagi ia akan mencapai Parinibbana.Sang Buddha dalam keadaan sakit terbaring di antara dua pohon sala di Kusinagara, memberikan khotbah Dharma terakhir kepada siswa-siswa-Nya, lalu Parinibbana (versi Buddhisme Mahayana, 486 SM pada hari ke-15 bulan ke-2 kalender Lunar. Versi WFB pada bulan Mei, 543 SM).

Sifat Agung Sang Buddha
1.            Berusaha menolong semua makhluk.
2.            Menolak semua keinginan nafsu keduniawian.
3.            Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma.
4.            Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna.
Buddha Gautama pertama melatih diri untuk melaksanakan amal kebajikan kepada semua makhluk dengan menghindarkan diri dari sepuluh tindakan yang diakibatkan oleh tubuh, ucapan dan pikiran, yaitu
·                     Tubuh (kaya): pembunuhan, pencurian, perbuatan jinah.
·                     Ucapan (vak): penipuan, pembicaraan fitnah, pengucapan kasar, percakapan tiada manfaat.
·                     Pikiran (citta): kemelekatan, niat buruk dan kepercayaan yang salah.
Cinta kasih dan kasih sayang seorang Buddha adalah cinta kasih untuk kebahagiaan semua makhluk seperti orang tua mencintai anak-anaknya, dan mengharapkan berkah tertinggi terlimpah kepada mereka. Akan tetapi terhadap mereka yang menderita sangat berat atau dalam keadaan batin gelap, Sang Buddha akan memberikan perhatian khusus. Dengan Kasih Sayang-Nya, Sang Buddha menganjurkan supaya mereka berjalan di atas jalan yang benar dan mereka akan dibimbing dalam melawan kejahatan, hingga tercapai "Pencerahan Sempurna".
Sebagai Buddha yang abadi, Beliau telah mengenal semua orang dan dengan menggunakan berbagai cara Beliau telah berusaha untuk meringankan penderitaan semua makhluk. Buddha Gautama mengetahui sepenuhnya hakekat dunia, namun Beliau tidak pernah mau mengatakan bahwa dunia ini asli atau palsu, baik atau buruk. Ia hanya menunjukkan tentang keadaan dunia sebagaimana adanya. Buddha Gautama mengajarkan agar setiap orang memelihara akar kebijaksanaan sesuai dengan watak, perbuatan dan kepercayaan masing-masing. Ia tidak saja mengajarkan melalui ucapan, akan tetapi juga melalui perbuatan. Meskipun bentuk fisik tubuh-Nya tidak ada akhirnya, namun dalam mengajar umat manusia yang mendambakan hidup abadi, Beliau menggunakan jalan pembebasan dari kelahiran dan kematian untuk membangunkan perhatian mereka.
Pengabdian Buddha Gautama telah membuat diri-Nya mampu mengatasi berbagai masalah di dalam berbagai kesempatan yang pada hakekatnya adalah Dharma-kaya, yang merupakan keadaan sebenarnya dari hakekat yang hakiki dari seorang Buddha. Sang Buddha adalah pelambang dari kesucian, yang tersuci dari semua yang suci. Karena itu, Sang Buddha adalah Raja Dharma yang agung. Ia dapat berkhotbah kepada semua orang, kapanpun dikehendaki-Nya. Sang Buddha mengkhotbahkan Dharma, akan tetapi sering terdapat telinga orang yang bodoh karena keserakahannya dan kebenciannya, tidak mau memperhatikan dan mendengarkan khotbah-Nya. Bagi mereka yang mendengarkan khotbah-Nya, yang dapat mengerti dan menghayati serta mengamalkan Sifat Agung Sang Buddha akan terbebas dari penderitaan hidup. Mereka tidak akan dapat tertolong hanya karena mengandalkan kepintarannya sendiri.